Author : Sarah Ariyanti
Chapter 1 of 5
Genre : Romance, Comedy
Casts :
- Shin AhRin
- Lee JeRim
- Cho KyuHyun
- Kim JongWoon a.k.a Yesung
~Happy Reading~
“Kaseumi sorichyuh malhae jayurohun nae yuhnghohn uhnjehna chumeh i maeumeuro nuhreul saranghae guhluhwattduhn shigan boda nameun nali duh mana.” Aku bernyanyi sambil menunggu sahabatku JeRim mengembalikan buku perpustakaan.
Beberapa menit kemudian, JeRim pun keluar.
“Mianhae, kau pasti menungguku lama?” tanyanya padaku, seolah-olah dia takut padaku karena nada bicaranya yang kudengar itu sangat tidak biasa.
“Ne, gwenchana.” Jawabku dingin. “Sekarang, kita mau kemana?”
“Karena kau mau mengantarku, sebagai gantinya ku traktir ice cream ya?”
Aku terdiam sambil berpikir, JeRim menatapku sepertinya dia ingin sekali aku menerima tawarannya.
“Baiklah, aku terima. Kau yang traktir ya?” katataku sambil melepaskan earphone yang sedari tadi masih menempel di telingaku.
“Ne.” jawabnya.
Kami pun pergi ke kedai ice cream.
Di kedai ice cream..
“AhRin?”
“Ehm?” Aku merespon panggilan JeRim sambil menikmati ice creamnya.
“Kau.. kau tidak mau ya segera memiliki kekasih?” tanya JeRim ragu, mimik wajahnya menggambarkan dia takut sekali aku marah.
“Ohok..” aku tersedak.
“Mian, aku salah menanyaimu pertanyaan ya?” tanyanya, dan kali ini dia benar-benar ragu. Sambil memberikan tissue padaku, dia terus menepuk-nepuk punggungku.
“Gwenchana chinguya.” Jawabku dan masih sempat tersenyum di sela wajahku yang memerah.
“AhRin-ah kau tidak marah padaku kan?” JeRim kembali ke tempat duduknya.
“Ani.” Jawabku pendek.
“Ya sudahlah, lebih baik kau tak usah menjawab pertanyaanku tadi. Lagi pula itu sangat tidak penting ya?” katanya mulai salah tingkah.
“JeRim-ah..” aku mulai angkat bicara. “Aku.. aku mau menjawab pertanyaanmu tadi.”
“Oahaha tidak usah! Kau habiskan saja ice creammu!” katanya.
“Aku.. aku tidak mau memiliki kekasih dulu karena aku.. aku ingin menunggunya.” Aku menjawab membuatnya bingung.
“AhRin, kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti.. sama sekali tidak mengerti.” Katanya sambil menatapku dengan tatapan bingung.
“Wooyoung, Wooyoung oppa.. aku.. mencintai Wooyoung oppa.” Aku menjawab, kali ini aku yang merasakan keraguan.
Seketika wajah JeRim berubah, kelihatannya dia shock saat mendengar jawabanku, Wooyoung yang bukan lain adalah kekasihnya dan aku sahabatnya sendiri.. menyukainya?
“AhRin-ah..”
“Mianhae chinguya.. aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri.” Jawabanku membuatnya ingin marah, tapi dia sadar kalau aku adalah sahabatnya.
“Lebih baik aku pulang, aku bayar ice creamnya sendiri saja.” Setelah aku membayar ice creamnya, aku kembali ke tempat dimana JeRim duduk dan aku membungkukkan badanku tanda ingin berpamitan sekaligus meminta maaf.
Di rumah, seperti biasa sehabis makan malam aku selalu menulis di atas buku harianku. Saat hendak menulis di buku harian, seseorang mengetuk pintu kamarku.
“AhRin, kau ada di dalam?” suaranya.. sepertinya aku kenal.
Aku langsung bangkit dari kursi meja belajarku, dan aku buka pintu kamarku.
“JeRim?” dia tersenyum padaku.
“Boleh aku masuk?” tanyanya.
“Tentu, masuklah! Biasanya kan kau tidak pernah meminta izin jika mau masuk ke dalam kamarku.” Kataku.
JeRim duduk di kasurku dan langsung menundukkan kepalanya. Aku menghampirinya yang terlihat sangat terpukul karena ulahku.
“Nan jeongmal mianhae.” Aku baru sadar kalau aku sangat salah, aku terlalu jujur padanya.
“Ne, gwenchanayo. Lagi pula kau benar, kau tidak bisa membohongi perasaanmu sendiri. Kau benar chingu.” JeRim mulai menitikkan air mata.
Aku mengambil tissue yang tepat berada di atas meja belajarku, dan aku berikan padanya.
“Menangislah sepuasmu! Aku memang salah, jika kau mau membenciku.. kau bisa melakukannya kapan pun kau mau. Aku bisa terima jika memang nanti kau akan membenciku JeRim.” Kataku.
“Aku? Membencimu? Itu mustahil, aku tidak akan membencimu. Kau sahabatku, mana mungkin aku membencimu?” katanya sambil sesenggukan.
“Mungkin saja, mungkin itu bisa terjadi setelah aku memberitahumu kalau aku mencintai Wooyoung oppa.” Kataku merasa bersalah.
“Aku hanya ingin bilang padamu, Wooyoung adalah kekasihku. Sebenarnya aku tidak rela jika ada orang lain selain aku yang mencintainya, tapi..”
“JeRim-ah kumohon! Aku tidak mau membicarakannya lagi, aku akan berusaha melupakannya, ini demi persahabatan kita.” Kataku sambil menatapanya. Matanya merah, menggambarkan bahwa dia memang sangat sedih.
“Jeongmal?” tanyanya.
“Ne, sudahalah hapus air matamu! Kau terlihat jelek jika menangis.” Kataku sambil memberikan tissue lebih pada JeRim.
“Kau tidak keberatan kan?” dia kembali bertanya.
“Hahh JeRim-ah.. aku sama sekali tidak keberatan. Lagi pula Wooyoung oppa sangat mencintaimu. Jadi kau tak usah takut dia akan berpaling pada yeoja lain, termasuk aku.” Kataku.
“Neee~ AhRin.. aku bosan, kita jalan-jalan yuk! Kau mau menemaniku kan?” dia kembali ceria? Ahh akhirnya, aku ikut senang. Aku akan berusaha melupakan Wooyoung deminya. J
“Ayo! Aku juga bosan diam di kamar dari tadi. Aku ambil mantel dulu ya?” aku pun mengambil mantel yang tergantung di lemari. Dan setelah siap kami pun pergi.
Di kedai kopi, kami berbincang-bincang, tertawa-tawa, yaa itu memang kebiasaan yang biasa kami lakukan di luar rumah saat malam hari.
“JeRim sudah cukup. Kau membuatku tidak bisa berhenti tertawa.” Kataku sambil terus memegangi perut.
“Ya sudahlah, AhRin.. kita ke taman kota ya!” ajak JeRim.
“Mau apa? Di luar dingin sekali, aku tidak kuat. Lagi pula tadi aku salah mengambil mantel, mantelku cukup tipis untuk menembus udara di luar sana.” Jelasku.
“Ahh kau tidak asik sekali, ayolah! Nih, kalau perlu kau pakai sarung tanganku!” kata JeRim.
“Aniii.. ya sudah kita ke taman kota, tapi jangan lama-lama ya!” kataku memohon.
“Ehmmm.. ne.” JeRim langsung menarik tanganku.
Di taman kota kami duduk di sebuah bangku, tidak tahu mau melakukan apa.
“Brrr..” aku sangat kedinginan, dan babonya.. aku tidak memakai sarung tangan.
JeRim melirikku. “Kau kedinginan ya? Tunggu disini! Aku akan belikan sesuatu yang hangat untukmu.”
“Je..” tapi sayang, dia sudah pergi.
Aku diam sambil terus menggosokkan tangan kiri dan kananku.
“Hahh memang malam ini nasibku jelek ya? Aduuuh dingin sekali, brrr..” aku terus menggososkkan tangan kiri dan kananku.
JeRim belum juga datang, tiba-tiba seorang namja duduk di sebelahku. Aku meliriknya takut, karena malam semakin larut. Aku takut, dia adalah setan atau tidak orang jahat.
“Wae?” tanyanya yang melirikku juga.
“Membuat orang kaget saja!” kataku dan langsung memalingkan wajah.
“Kau kedinginan ya?” tanyanya sok kenal.
“Ani.” Jawabku pendek tanpa melihat ke arahnya.
Dia bergeser, mendekatkan duduknya ke tempat dimana aku duduk.
“HEHH!!! Kau mau apa?” tanyaku takut sambil menjulurkan tangan berusaha menahannya.
Namja itu melepaskan sarung tangannya dan menarik tanganku untuk memakaikannya.
“Hehh sarung tanganmu ini bersih tidak? Aku tidak mau kalau sarung tanganmu.. mmpphh..” mungkin karena aku bawel, namja itu langsung menyumpal mulutku dengan roti yang memang cukup besar.
“Nah selesai.” Namja itu pun pergi meninggalkanku begitu saja saat selesai memakaikanku sarung tangannya.
Aku melepas rotinya dan langsung terbatuk-batuk, menarik nafasku dalam-dalam karena saat roti itu masuk kedalam mulutku.. aku tidak bisa bernafas sama sekali.
“Hahh dasar namaja aneh!” kataku sedikit berteriak.
Tanpa aku sadari, JeRim sudah ada di depanku. Aku langsung mengangkat wajah dan menatapnya.
“Kau.. berbicara dengan siapa?” tanya JeRim sambil celingukan.
“Hah? Ahh aniii.. hei mana yang hangatnya?” tanyaku berusaha memalingkan penglihatannya.
“Ohh ne, hampir saja aku lupa. Ini!” JeRim memberiku segelas sup krim hangat. Tapi.. “kau.. bukankah tadi kau tidak memakai sarung tangan ya?”
Aku terkejut, langsung saja ku masukan tanganku ke dalam saku mantel.
“Ehehehe..”
“Hehh!!! Ohh jadi sekarang kau tidak mau cerita? Okok kalau itu memang maumu, lebih baik aku pulang.” Ancam JeRim.
“Eehh!!!” aku memegang tangannya. “Akan aku ceritakan.”
JeRim tersenyum dan langsung duduk di sebelahku. Dia mendengarkan ceritaku sambil memakan sup krimnya.
“Ahahaha jadi ada namja baik yang diturunkan Tuhan untuk membuatmu hangat?” katanya sedikit mengejek.
“Ahh kau ini, bukan begitu!!! Dia bukan namja baik, tapi dia namja yang memaksa.” Kataku, tiba-tiba handphoneku berbunyi. “Yobo..”
“AhRin kau dimana? Eomma mencarimu di kamar tapi kau tidak ada.” Bentak eomma.
“Aku diluar eomma, bersama JeRim. Mianhae.. tadi aku lupa berpamitan.” Jelasku.
JeRim hanya bisa melihat dengan tatapan heran karena melihat wajahku yang tiba-tiba berubah menjadi lesu.
“Sudah jam berapa ini? Tidak baik jika gadis sepertimu berlama-lama di luar. Pulanglah!” eomma mulai menurunkan volume suaranya.
“Ne eomma, aku segera pulang.” Kataku.
Setelah selesai mendengar bentakkan eomma, aku langsung mematikan handphone.
JeRim menatapku.
“Wae?”
“Kau dimarahi eommamu ya? Mianhae, ini salahku.” Kata JeRim.
“Ani.. JeRim, kita pulang ya!” aku berusaha mengajak JeRim pulang.
“Baiklah.” Kata JeRim.
Kami berdua pun kembali ke rumah masing-masing. Jarak rumahku dan rumah JeRim tidak begitu jauh, rumah JeRim berjarak 2 rumah dari rumahku.
“Aku pulang.”
“AhRin!!!” eomma memanggilku.
“Ne?”
“Duduklah! Eomma ingin bicara.” Kata eomma.
Aku pun duduk di sebelah eomma, tepatnya di ruangan yang biasa kami pakai untuk makan.
“Kau ingat kan karena kecelakaan setahun yang lalu, kita menjadi menderita seperti ini?” tanya eomma.
“Maksud eomma? Aku tidak mengerti.” Aku menjawab dengan polosnya.
“Kecelakaan pesawat, yang membuat appamu tidak diketemukan jasadnya hingga sekarang.” Kata eomma.
“Eomma kumohon! Aku tidak mau mengingatnya lagi, itu sangat menyakitkan.” Kataku berusaha agar tidak menitikkan air mata.
“Ne, eomma tahu.”
Aku tersenyum. “Jadi eomma mau bicara apa denganku?”
“Tadi siang halmonie menelepon. Dia ingin kau tinggal bersamanya, agar setelah keluar SMA nanti, kau bisa kuliah.” Jelas eomma.
“Eomma.. aku tahu halmonie memang baik. Tapi aku tidak bisa jauh dari eomma.” Kataku yang langsung memeluk eomma.
“Eomma pasti menjengukmu setiap eomma ada waktu, kau tenag saja! Halmonie mengizinkan eomma datang ke rumahnya kapanpun eomma mau.”
“Jeongmal? Hemm baiklah, aku mau tinggal disana. Lagi pula ini adalah satu-satunya kesempatan untuk bisa mencapai cita-citaku.”
“Ahh eomma tahu, Kyunghee.. ne?” tanya eomma menebak.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
“Ahaha baiklah, sekarang kau tidur! Besok kau harus bangun pagi untuk sekolah.” Kata eomma.
“Ehmm eomma, kapan aku harus pindah ke rumah halmonie?” tanyaku.
“Entahlah, mungkin nanti halmonie akan menelepon lagi.” jelas eomma.
“Baiklah.” Aku pun memasuki kamarku untuk pergi tidur.
To be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar